Sabtu, 09 November 2019

Self Improvement: Berkarir dunia, Berorientasi Akhirat - Ustadzah Oki Setiana Dewi



12 Rabiul Awal 1441H
Masjid Citra Harmoni, Sidoarjo.

Assalaamu’alaikum…

Alhamdulillah akhirnya bisa nulis lagi setelah hiatus lumayan lama karena laptop sempat masuk rumah sakit. Di hari yang InsyaAllah penuh berkah ini, aku akan kembali berbagi catetan ngaji kepada siapapun yang nantinya akan mampir dan membacanya. Harapanku hanya satu, semoga Allah mencatat apa yang Ustadzah Oki sampaikan, apa yang aku catat, dan apa yang temen-temen baca sebagai amalan yang baik. Semoga bisa memberikan manfaat ~Aamiin allahumma aamiin.

Meski masih sangat jauh dalam menteladani akhlak Rasulullah SAW, rasanya tidak lebay jika hati ini bergetar ketika memanjatkan doa agar mendapatkan syafaat Nabi di akhirat kelak. Rasanya, tidak berlebihan jika hati ini sesak, dan air mata pun jatuh ketika merindukan kekasih Allah SWT. Rasanya, tidak keliru jika kepala ini kian tertunduk malu karena mengingkan pertemuan dengan Rasulullah Muhammad SAW sedangkan masih banyak sekali dosa yang dilakukan.
Kepada Rasulullah Muhammad SAW, semoga rahmat senantiasa tercurah kepada Engkau. Allahumma sholli ‘ala sayyidina Muhammad.

Kajian Bersama dengan ustadzah Oki pagi ini diwarnai dengan isak tangis. Seluruh jamaah di dalam masjid dipimpin untuk bersholawat kepada Nabi Muhammad SAW, dzikir berjamaah, dan memanjatkan doa, kemudian dilanjutkan dengan kajian tentang Surah An-Nisa ayat 34. 

Bismillahirohmanirrohim,
الرِّجَالُ قَوَّامُونَ عَلَى النِّسَاءِ بِمَا فَضَّلَ اللَّهُ بَعْضَهُمْ عَلَىٰ بَعْضٍ وَبِمَا أَنْفَقُوا مِنْ أَمْوَالِهِمْ ۚ فَالصَّالِحَاتُ قَانِتَاتٌ حَافِظَاتٌ لِلْغَيْبِ بِمَا حَفِظَ اللَّهُ ۚ وَاللَّاتِي تَخَافُونَ نُشُوزَهُنَّ فَعِظُوهُنَّ وَاهْجُرُوهُنَّ فِي الْمَضَاجِعِ وَاضْرِبُوهُنَّ ۖ فَإِنْ أَطَعْنَكُمْ فَلَا تَبْغُوا عَلَيْهِنَّ سَبِيلًا ۗ إِنَّ اللَّهَ كَانَ عَلِيًّا كَبِيرًا
Terjemahan:
Kaum laki-laki itu adalah pemimpin bagi kaum wanita, oleh karena Allah telah melebihkan sebahagian mereka (laki-laki) atas sebahagian yang lain (wanita), dan karena mereka (laki-laki) telah menafkahkan sebagian dari harta mereka. Sebab itu maka wanita yang saleh, ialah yang taat kepada Allah lagi memelihara diri ketika suaminya tidak ada, oleh karena Allah telah memelihara (mereka). Wanita-wanita yang kamu khawatirkan nusyuznya, maka nasehatilah mereka dan pisahkanlah mereka di tempat tidur mereka, dan pukullah mereka. Kemudian jika mereka mentaatimu, maka janganlah kamu mencari-cari jalan untuk menyusahkannya. Sesungguhnya Allah Maha Tinggi lagi Maha Besar.
Setelah membaca ayat dan terjemahannya, Ustadzah Oki membagi pembahasan surah tersebut dalam tiga poin besar:

Pertama, Tugas Laki-laki sebagai Qowwam (pemimpin)
Menurut ustadzah Oki Setiana, yang dimaksud sebagai ‘qowwam’ adalah kemampuan untuk memikul tanggung jawab dalam hal menafkahi keluarga. Poin ini kurang terlalu dibahas sih, mungkin karena faktor waktu. Karena aku ingin tahu lebih, akhirnya aku baca ulang dari tafsirq.com. As long, pendapat Ustadzah Oki masih sejalan dengan tafsir Jalalayn yang menjelaskan bahwa laki-laki mempunyai hak dan kewajiban untuk mendidik, membimbing, dan menafkahkan harta mereka kepada istri yang taat. Menilik tafsir Quraish Shihab, beliau juga menjelaskan bahwa laki-laki sebagai qowwam/pemimpin memiliki hak untuk memelihara, melindungi, dan menangani urusan istri.

Hasil diskusi tafsirq.com menjelaskan ayat ini bahwa:
"Yakni berkuasa. Mereka berhak mengatur wanita, menekan mereka untuk memenuhi hak Allah, seperti menjaga yang fardhu dan menghindarkan bahaya dari mereka. Kaum laki-laki juga pemimpin kaum perempuan dalam arti yang memberi nafkah, pakaian dan tempat tinggal. Kelebihan laki-laki di atas perempuan dapat dilihat dari beberapa sisi, di antaranya karena kewalian khusus dimiliki laki-laki, kenabian dan kerasulan juga khusus bagi laki-laki, dikhususkan bagi mereka beberapa ibadah seperti jihad, shalat Jum'at dsb. Demikian juga dilebihkannya laki-laki dalam hal akal, kesabaran dan kekuatan yang tidak dimiliki kaum perempuan. Maksudnya taat kepada suaminya meskipun suaminya sedang tidak ada, ia memelihara rahasia dan harta suaminya.Allah telah mewajibkan kepada suami untuk mempergauli istrinya dengan baik."

Selanjutnya, Ustadzah Oki menjelaskan bahwa pada dasarnya ada 4 jenis KDRT (Kekerasan Dalam Rumah Tangga) yang memicu terjadinya perceraian yaitu: Kekerasan secara lisan, seperti: menghinakan, merendahkan, dan mengatakan hal-hal yang menyakitkan. Dicontohkan, “Kamu istri bodoh!”, “Kamu paling disumpel pake duit juga udah diem!”. Kekerasan secara sifik, seperti memukul yang tidak bertujuan untuk mendidik. Kekerasan secara finansial, misalnya tidak menafkahi. Kekerasan secara seksual.

Kedua, Menjadi Istri yang Salihah
Jika seorang lelaki memiliki tanggung jawab sebagai qowwam, maka seorang wanita memiliki tanggung jawab untuk taat. Yang dimaksud taat adalah mematuhi suaminya dalam hal-hal kebaikan (ini pernah aku tulis juga di postingan tentang perempuan tiga dekade).
Dilontarkan pertanyaan kepada jamaah. “Lebih Salihah mana? Wanita yang berprofesi sebagai Ibu rumah tangga? atau wanita karir?” ngga lama kemudian jamaah diminta tunjuk tangan.

Aku mengangkat tanganku pada dua opsi yang diajukan wkwkwkw. Bukan karena tidak konsisten, melainkan karena bagiku tidak ada opsional ‘mana yang lebih salihah’ diantara keduanya. Bagiku, keduanya sama-sama salihah. Seorang wanita yang mematuhi suaminya untuk tidak bekerja dan fokus mengerjakan pekerjaan rumah adalah wanita salihah (dilihat dari patuhnya) terlebih jika memang suaminya sudah mencukupinya. Sungguh Subhanallah sekali. Seorang wanita yang memilih berkarir untuk membantu perekonomian keluarga juga wanita salihah (dilihat dari keikhlasannya dan ketulusannya membantu) sungguh MasyaAllah sekali. Keduanya sama-sama salihah, bukankah begitu?
Bayangkan saja, pekerjaan sebagai ibu rumah tangga itu tidak ada jam kerjanya loh. It is a full time job, so do not apply if you only do it part time. Nah trus, apa kabar dengan wanita yang memilih untuk berkarir plus tidak meninggalkan kewajibannya sebagai ibu rumah tangga? Like the real extra-ordinary woman nggak sih?
Lanjut!
Perihal wanita karir, Ustadzah Oki menjelaskan bahwa gaji yang diterima oleh suami di dalamnya ada hak istri sedangkan gaji yang diterima oleh istri adalah 100% hak istri. Eitss! Jangan berprasangka buruk dulu. Jika niat awal wanita bekerja untuk membantu perekonomian keluarga, maka tentu saja tidak ada anggapan 100% seperti diawal. Bisa jadi malah timbul rasa saling empati dan kerjasama yang baik. Misalnya, atas keridhoan istri maka bisa digunakan untuk bayar listrik, bayar sekolah anak, tabungan umroh, atau kebutuhan lainnya.
Bagaimana hukumnya menggunakan gaji wanita untuk kebutuhan rumah tangga? Boleh. Hal tersebut akan dihitung sebagai sedekah. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda: “Ada dinar yang kamu infakkan di jalan Allah, dinar yang kamu infakkan untuk memerdekakan budak dan dinar yang kamu sedekahkan kepada orang miskin. Namun dinar yang kamu keluarkan untuk keluargamu lebih besar pahalanya.” (HR. Muslim).
Terkait ridho untuk wanita yang berkarir. Ada syarat yang harus dipenuhi untuk wanita yang memilih bekerja di luar rumah:
a.       Mendapatkan Izin dari orangtua (untuk yang belum menikah), atau mendapatkan izin suami (untuk yang sudah menikah). Jika mendapatkan izin, maka sah-sah saja jika diniatkan untuk hal yang baik.
b.    Menutup aurat sesuai dengan Q.S Al-Azab ayat 59
يَا أَيُّهَا النَّبِيُّ قُلْ لِأَزْوَاجِكَ وَبَنَاتِكَ وَنِسَاءِ الْمُؤْمِنِينَ يُدْنِينَ عَلَيْهِنَّ مِنْ جَلَابِيبِهِنَّ ۚ ذَٰلِكَ أَدْنَىٰ أَنْ يُعْرَفْنَ فَلَا يُؤْذَيْنَ ۗ وَكَانَ اللَّهُ غَفُورًا رَحِيمًا

Hai Nabi, katakanlah kepada isteri-isterimu, anak-anak perempuanmu dan isteri-isteri orang mukmin: "Hendaklah mereka mengulurkan jilbabnya ke seluruh tubuh mereka". Yang demikian itu supaya mereka lebih mudah untuk dikenal, karena itu mereka tidak di ganggu. Dan Allah adalah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.
c.       Tidak merendahkan/ menghaluskan suara. Tentu saja, ketika bekerja diluar rumah, interaksi dengan orang yang bukan mahram akan sering terjadi. Sebisa mungkin komunikasi secara singkat, padat, dan jelas. Jika komunikasi yaa seperlunya saja.
d.       Menjaga kehormatan diri sendiri dan keluarga.
Mengingat kembali bahwa sebenarnya untuk menjadi wanita salihah kuncinya ada dua, yaitu taat kepada Allah (auto taat pada suami), dan bisa menjaga diri serta menjaga harta suami sekalipun suami tidak ada (setia).
Jika poin sebelumnya membahas hal-hal yang menyebabkan perceraian bisa terjadi, maka sekarang kebalikannya. Khusus untuk yang belum menikah, alangkah baiknya jika membuat perjanjian pra-nikah. Misalnya membuat kesepakatan tentang izin bekerja, menanyakan hal-hal yang disukai dan yang tidak disukai dengan maksud menjaga keharmonisan rumah tangga. Hal ini sama persis dengan apa yang dilakukan oleh Anna Athafunnisa dalam novel dan film ketika cinta bertasbih (aku baru tau masa? ternyata pemeran utama dalam film tsb adalah ustadzah Oki Wkwkwkw). Baru beberapa saat yang lalu kelar baca novelnya, eh sekarang Allah perkenankan ketemu sama pemerannya. Fyi, ketika ustadzah Oki menikah dengan suaminya, beliau juga mengajukan syarat pra-nikah yaitu tetap diizinkan untuk melanjutkan kuliah dan berdakwah.
Ustadzah Oki memberikan tips untuk setiap pasangan yang sudah menikah dan menjalani kehidupan rumah tangga LDR (Long Distance Relationship). Beliau meminta untuk kita menteladani kisah dari Nabi Ibrahim as. dengan ibunda Siti Hajar. Atas kesabaran keduanya, lahirlah keturunan yang luar biasa akhlaknya yaitu Nabi Ismail a.s. Pernikahan Nabi Ibrahim dengan Ibunda Siti Hajar mengajarkan bahwa kita sebagai umat harus menitipkan segala sesuatu pada Allah. Penjagaan manusia itu terbatas, yang tidak terbatas hanyalah penjagaan Allah. Maka titipkan apapun yang kalian saying agar senantiasa dijaga oleh Allah SWT.

Ketiga, Meyikapi Istri yang Nusyuz (tidak Taat)
Banyak hal yang berjalan tidak sesuai dengan kemauan. Tidak menutup kemungkinan tentang poin yang ketiga. Dua poin diatas adalah kondisi ideal, namun bagaimana jika mendapati sesuatu yang tidak ideal? Berbicara tentang menyikapi istri yang tidak taat. Hal yang bisa dilakukan ada tiga. Pertama, menasehati. Kedua, mendiamkan, dan ketiga Memukul. Akan tetapi perlu diketahui bahwa Nabi Muhammad SAW tidak pernah memukul istri-istrinya, oleh karena itu memukul adalah opsi yang paling akhir.
Pertama, menasehati. Menasehati ternyata juga ada adabnya. Kita tidak boleh menasehati didepan banyak orang, hal ini karena dianggap sama dengan mempermalukan. Adab menasehati dimulai dari menata niat untuk mengharapkan ridho Allah SWT, kemudian dilanjutkan dengan berbicara empat mata (tidak diketahui atau didengar oleh orang lain), berbicara dengan penuh kelembutan, dan memilih waktu dan tempat yang tepat.
Kedua, mendiamkan. Mendiamkan seseorang adalah salah satu bentuk sikap kesabaran. Memberikan jeda untuk saling meredam ego dan amarah. Bisa dilakukan dengan memberikan space ketika tidur.
Ketiga, memukul. Diperbolehkan memukul asal tidak lebih dari 10x pukulan, dan pukulan tersebut sifatnya adalah pukulan yang mendidik (bukan menganiaya, meninju bagai fighter UFC, apalagi sampai meninggalkan bekas memar). Memukul yang dimaksud juga tidak boleh mengenai bagian wajah, hanya sebatas pukulan yang mengagetkan dengan tujuan mendidik. Namun ingat kembali bahwa opsi ketiga ini tidak pernah dilakukan oleh Rasulullah SAW.

Dari kajian diatas, aku banyak mengambil hikmah. Pas nyampe rumah langsung nanya ke ortu tentang keridhoan mereka tentang pekerjaan dan usaha kecil yang kau jalankan wkwkwk telat sih sebenernya, tapi yaaa ngga papa. Pada dasarnya aku tahu mereka berdua ridho dan mengizinkan, tapi apa salahnya menanyakan dan memastikan ulang ya kan?
Baik, sekian dulu untuk kajian kali ini.

Mon maaf jika ada salah-salah pengetikan karena jariku adalah jari biasa yang bertulang ~apasih :v
Yaudah pokonya Wassalamu’alaikum.

Ditulis oleh aku yang belum ganti baju sejak pulang kajian, menghadap kiblat, dan ngetik ginian sambil makan cemilan.
Selfiana Hanafi.



0 komentar:

Posting Komentar