Assalamu’alaaikum…
Sabtu, 22 Oktober 2019, Aku kembali hadir di majelis untuk mengikuti
Kajian Qur’an bersama Ustadz (KALQULUS) yang diselenggarakan oleh
@odojsurabaya. Highlight malam itu tidak lain sesuai dengan judul diatas “Dan
Aku belum pernah kecewa” yang merupakan bagian dari kalimat terjemahan Surah Maryam
ayat 4,
قَالَ رَبِّ إِنِّي وَهَنَ الْعَظْمُ مِنِّي وَاشْتَعَلَ
الرَّأْسُ شَيْبًا وَلَمْ أَكُنْ بِدُعَائِكَ رَبِّ شَقِيًّا
“Ia berkata. Ya Tuhanku, sesungguhnya tulangku telah
lemah dan kepalaku telah ditumbuhi uban, dan aku belum pernah kecewa dalam
berdoa kepada Engkau, ya Tuhanku.” Q.S Maryam
(12): 4
Dipaparkan oleh Ustadz Heru Kusumahadi, LC.,M.Pd.I bahwa surah
tersebut menceritakan tentang kekhawatiran terhadap regenerasi. Saat itu Nabi
Zakaria berdoa kepada Allah dengan panggilan yang keras tapi lembut. Nabi
Zakaria merasa gundah gulana karena diusianya yang sudah tua masih belum juga
dikaruniai keturunan.
Sebagai tambahan, aku nyoba googling dan baca tafsir surah Maryam ayat 4 dan 5 yang ditulis
oleh Ust. Marwan Hadidi bin Musa, M.Pd.I dalam Hidayatu Insan bi Tafsiril Qur’an.
“Ayat 4, Dengan santun dan suara yang lembut dia berkata,
'ya tuhanku yang maha pengasih dan maha pemelihara, sungguh kini tulang
belulangku telah menjadi lemah sehingga aku sering merasa letih, dan rambut
kepalaku telah memutih seperti perak karena dipenuhi uban, pertanda bahwa aku
telah berusia senja. Namun, aku tidak pernah putus asa dan aku belum pernah
kecewa dalam berdoa kepada-Mu, ya tuhanku. Engkau adalah zat yang tidak pernah
mengecewakan siapa pun. Ayat 5, Dan
sungguh, di masa tuaku ini aku selalu merasa khawatir terhadap kerabatku
sepeninggalku kelak bila engkau memanggilku, padahal istriku seorang yang
mandul sejak masa mudanya, maka anugerahilah aku dengan rahmat dan kasih
sayang-Mu seorang anak dari sisi-Mu yang akan melanjutkan keturunanku dan
menggantikanku menyebarkan hukum dan ajaran-Mu.”
Apa yang disampaikan oleh Ust. Heru dan apa yang aku baca
dari Hidayatu Insan bi Tafsiril Qur’an membuatku berpikir bahwa do’a memang alternatif
untuk berbincang dengan Allah SWT. Kenikmatan tersebut tidak serta merta
difokuskan pada apa yang kita inginkan/keluh-kesah saja, melainkan juga tentang
bagaimana adab dalam berkomunikasi kepada Allah SWT. Dari kisah Nabi Zakaria aku
bisa melihat bagaimana adab berdoa versi Nabi Zakaria:
Menikmati sholat
sebagai salah satu media untuk berbincang dengan Allah SWT.
Salah satu cara yang aku lakukan untuk bisa menikmati sholat
adalah dengan memahami arti dari bacaan dari setiap gerakan sholat. Jujur saja,
sampai sekarang akupun seringkali merasa susah khusyu’ dalam sholat. Mungkin
salah satu penyebabnya karena aku tidak bisa berbahasa arab, sehingga ketika
sholat tidak merasa sedang berbincang dengan Allah. Namanya berbincang, pasti
lebih terasa nyambung ketika Bahasa yang digunakan juga bisa dipahami.
Barangkali kalian sudah tahu arti dalam setiap bacaan sholat yaa Alhamdulillah
wa syukurillah, jika belum yaa ayuk sama-sama buka gadget untuk cari tahu (ngga harus lewat buku tuntunan sholat).
Beberapa waktu yang lalu aku membuka buku tuntunan sholat
demi memuaskan rasa ingin tahuku terhadap apa arti dari bacaan yang selalu aku
ucap ketika sholat. Setelah membaca dan mengingat terjemahan dari bacaan pada
sholat, MasyaAllah rasanya tuh bisa nikmatttt gitu. Ngga tergesa-gesa dalam
menjalankan sholat. Misalnya ketika sujud kita membaca “Subhaana
robbiyal a’laa 3x” memiliki arti “Maha
Suci Robb-ku yang Maha Tinggi”. Lebih nyess lah pokonya.
Berdoa dengan
menggunakan Bahasa yang lembut.
Nabi Zakariatetap konsisten berdoa meskipun hajatnya belum
dikabulkan oleh Allah. Dari sepenggal ayat diatas kita bisa sama-sama membaca bahwa caranya berdoa
tuh sweet banget. Kalo kata Ust Heru, Nabi Zakaria saat itu berdoa dengan Bahasa yang keras namun
lembut. Paradoks ya? Iya, keras namun lembut. Maknanya adalah berdoa keras
layaknya orang yang memiliki keinginan yang kuat, namun diungkapkan dengan cara
yang lembut.
Jika menilik Tafsir yang ditulis oleh Ust. Marwan Hadidi bin
Musa, dijelaskan bahwa Nabi Zakaria berdoa dengan santun. Diawali dengan
menyebutkan asmaul husna yaitu “Maha
Pengasih dan Maha Pemelihara”, kemudian dilanjutkan dengan mencurahkan keadaanya
dan disambung dengan kalimat yang bernuansa positif yaitu berbaik sangka kepada
Allah SWT. Meskipun doanya belum terkabul, namun Nabi Zakaria tetap beriman
kepada Allah dengan mengucap “Namun, aku tidak pernah putus
asa dan aku belum pernah kecewa dalam berdoa kepada-Mu, ya tuhanku. Engkau
adalah zat yang tidak pernah mengecewakan siapa pun”
Dari sini aku merasa sedikit tertampar.
Astaghfirullah aku! Bagaimana bisa doa-doaku diawali dengan
keluhan, bukan dengan memuji sifat Allah terlebih dahulu.
Astaghfirullah aku! bagiamana bisa aku putus asa/protes jika
doaku setahun yang lalu belum dikabulkan? Sedangkan Nabi Zakaria yang telah
berdoa puluhan tahun masih taat kepada Allah.
Ibadah dulu baru
minta sesuatu.
Manusia seringkali tidak memiliki pilihan pada kondisi-kondisi
tertentu. Tentu saja kita, semua tidak boleh lupa bahwa takdir Allah sifatnya HAQ. Namun, manusia juga diberikan
ultimatum untuk melakukan sesuatu untuk merubah takdir. Sebab takdir Allah ada
dua yang kita kenal Qodho’ : Aturan/ ketetapan Allah, dan Qadhar: Ukuran/bergantung
pada ikhtiar manusia. Ikhtiar manusia bisa dilakukan dengan do’a dan usaha. Jika
mengingkan sesuatu, maka harus siap mengutamakan ibadah di 1/3 malam terakhir.
Dilansir dari muslim.or.id, bahwa Allah turun ke langit
dunia ketika sepertiga malam terakhir.
يَنْزِلُ
رَبُّنَا تَبَارَكَ وَتَعَالَى كُلَّ لَيْلَةٍ إِلَى السَّمَاءِ الدُّنْيَا حِينَ
يَبْقَى ثُلُثُ اللَّيْلِ الآخِرُ فَيَقُولُ مَنْ يَدْعُونِى فَأَسْتَجِيبَ لَهُ
وَمَنْ يَسْأَلُنِى فَأُعْطِيَهُ وَمَنْ يَسْتَغْفِرُنِى فَأَغْفِرَ لَهُ
”Rabb kita turun ke langit dunia pada
setiap malam yaitu ketika sepertiga malam terakhir. Allah
berfirman, ’Barangsiapa yang berdoa kepada-Ku, niscaya Aku kabulkan.
Barangsiapa yang meminta kepada-Ku, niscaya Aku penuhi. Dan barangsiapa yang
memohon ampun kepada-Ku, niscaya Aku ampuni.” (HR. Bukhari no. 1145
dan Muslim no. 1808)
Quotes dari Ust. Heru untuk menutup kajian adalah Awali
tawakal dengan akal, akhiri tawakal tanpa akal. Ada korelasinya dengan poin
ini, bahwasannya ketika menginginkan sesuatu maka hal pertama yang dilakukan
adalah ikhtiar dulu. Caranya? Ibadah dan berusaha. Setelahnya baru menyerahkan
segala sesuatu yang terjadi kemudian kepada Allah/tawakal. Diawali dengan akal
maksudnya adalah ikhtiar yang dilakukan jangan sampai menghalalkan segala cara,
namun harus ada rasionalisasi terhadap hal baik/buruk. Sedangkan diakhiri tanpa
akal adalah pasrah terhadap hasil akhir yang ditetapkan oleh Allah.
Wallahu ‘alam,
Sekian, catatan ngaji kali ini.
Ditulis oleh aku yang lagi malam mingguan produktif di kamar aja,
Selfiana Hanafi.
0 komentar:
Posting Komentar