Aku nge-buka file tersebut, judulnya "Masyaqqah Tajelibu Taesir."
Masyaallah, ya jelaslah!
Langsung menganga wkwkwk.
“Apa tuh?
Artinya apaan? Maksudnya gimana?”
Pertanyaan
mendasar seperti itulah yang muncul dalam otak miniku. Tanpa basa-basi, aku
kemudian melanjutkan untuk membaca isi artikel tersebut. ~makin pengen tau dong, ada apa sih dengan judul artikel yang menggelitik itu?
Masyaqqah Tajelibu Taesir, Jika diartikan per-kata, maka memiliki arti seperti ini:
Masyaqqah Tajelibu Taesir, Jika diartikan per-kata, maka memiliki arti seperti ini:
Masyaqqah: Kesulitan
Tajelibu: Mendatangkan
Taesir: Kemudahan
Kesulitan mendatangkan kemudahan? Sedikit paradoks memang, tapi yaa benar. Padahal masih
baru tahu arti per-kata, tapi pikiran sotoyku berbondong-bondong menarik sebuah kesimpulan bahwa:
“Oalah iya,
Islam adalah agama yang mudah.”
Di dunia yang fana ini, ternyata ada suatu kaidah yang dirumuskan oleh para ilmuan Islam agar kita bisa dengan mudah mengetahui sekian banyak hukum suatu permasalahan dalam kehidupan dengan cara yang lebih praktis, yaitu melalui kaidah-kaidah fiqh (Qawaid Fiqh). Nah, Masyaqqah Tajelibu Taesir merupakan salah satu cabang Qawaid Fiqh-nya. Simple nya, ini tuh semacam petunjuk yang dibuat oleh para ilmuan islam yang bersumber dari Al-Quranul Karim. Tujuannya agar setiap muslim tidak mengalami kesulitan untuk menjalankan kehidupan sesuai dengan yang dikehendaki oleh Allah SWT.
Di dunia yang fana ini, ternyata ada suatu kaidah yang dirumuskan oleh para ilmuan Islam agar kita bisa dengan mudah mengetahui sekian banyak hukum suatu permasalahan dalam kehidupan dengan cara yang lebih praktis, yaitu melalui kaidah-kaidah fiqh (Qawaid Fiqh). Nah, Masyaqqah Tajelibu Taesir merupakan salah satu cabang Qawaid Fiqh-nya. Simple nya, ini tuh semacam petunjuk yang dibuat oleh para ilmuan islam yang bersumber dari Al-Quranul Karim. Tujuannya agar setiap muslim tidak mengalami kesulitan untuk menjalankan kehidupan sesuai dengan yang dikehendaki oleh Allah SWT.
Dalam
menjalankan ibadah dan kehidupan sehari-hari, umat islam mengenal hukum
keharusan/azimah yaitu
wajib, sunnah, makruh, dan haram. Pada kondisi tertentu, Islam juga mengenal At-Taesir yang
memiliki arti kemudahan atau juga sering dikenal dengan istilah rukhshah yang
berarti keringanan.
Dari paragraf
diatas, kita bisa mengambil benang bawang merah bahwa meskipun
ada hukum keharusan, Islam memberikan keringanan pada kondisi dan sebab-sebab
tertentu. Misalnya, yang semula haram bisa menjadi halal. Contohnya: makan
daging babi saat keadaan terdesak.
Sebagaimana kaidah fikih pada umumnya, kaidah ini pun
berlandaskan beberapa ayat dari Alquran. Allah Ta’ala berfirman,
وَقَدْ فَصَّلَ لَكُمْ مَا حَرَّمَ عَلَيْكُمْ إِلَّا مَا اضْطُرِرْتُمْ إِلَيْهِ
“Dan sesungguhnya Allah telah menjelaskan kepada kalian
apa yang Dia haramkan, kecuali yang terpaksa kalian makan.” Q.S
Al-An’am: 119.
Nah,
pertanyaannya.
“Keadaan
seperti apa saja yang semula terlarang menjadi diperbolehkan?”
Jujur saja,
setiap selesai membaca satu lembar … rasanya tuh kayak makin banyak tanda tanya
yang berisi pertanyaan-pertanyaan receh. Akhirnya yaa buka tutup google
untuk cari tahu istilah-istilah tertentu huhuhuhu. ~Apalah aku yang baru anak
kemarin sore :(
Tapi yaudah
sih gapapa, lanjut aja bacanya. Meskipun anak kemarin sore, tapi semangatnya
masih berapi-api kok wkwkwkw ~apasih
Balik ke
topik,
Kesulitan
terbagi menjadi dua jenis yaitu tidak ifrath (melampaui
batas), dan tafrith (kurang
dari batas). Jadi, jika dirasa kesulitan itu melampaui batasan maka keringanan
bisa berlaku. Sedangkan tingkatannya terbagi menjadi tiga yaitu al-azimah (sangat
berat), al-mutawasithah (menengah),
dan al-khafifah (ringan).
Keringanan dalam hal ini bisa berupa penghapusan, pengurangan, penggantian,
didahulukan, diakhirkan, atau berubahnya cara yang dilakukan
Ada
sebab-sebab berlakunya keringanan/rukhshah dalam
cabang ilmu qawaid
fiqh, yaitu (Djazuli, 2006):- - النَّقْصُKekurangan bertindak hukum. Contohnya, anak kecil dan orang gila diperbolehkan untuk tidak melaksanakan rukun islam seperti sholat, zakat, puasa, dan naik haji.
- Contoh lainnya, puasa Ramadhan hukumnya kan wajib. Namun, boleh tidak dilaksanakan apabila terdapat ‘udzur (halangan). Diantara ‘udzur sehingga mendapatkan keringanan untuk tidak berpuasa adalah orang yang sedang bepergian jauh (safar), sedang sakit, orang yang sudah berumur lanjut (tua renta) dan khusus bagi wanita apabila sedang dalam keadaan haidh, nifas, hamil atau menyusui (Lihat Shohih Fiqh Sunnah, II/89, 118-127)
- عُمُوْمُ اَلْبَلْوَى - Kesulitan yang Umum. Misalnya pada saat ada kejadian bencana alam. Kemungkinan akan banyak kotoran yang masuk ke dalam rumah atau air untuk bersuci menjadi kotor sehingga hal itu tidak bisa dihindarkan.
- عُمُوْمُ اَلْبَلْوَى - Berpergian dan اَلْمَرَضُ - Keadaan Sakit. Seperti kita tahu bahwa sholat lima waktu hukumnya wajib. Nah, akan tetapi ada keringanan dalam hal tertentu. Misalnya sedang berpegian, atau terpaksa tidak bisa melaksanakan karena dalam keadaan sakit. Berpergian dan sakit kan juga ada tingkatannya. Kalau hanya berpergian ke pasar/belanja di Mall/nonton bioskop, masa iya sih mau ninggalin sholat? Aku rasa ngga oke banget kalo berpergian semacam itu dijadikan alasan untuk ninggalin sholat. Apalagi kalo cuman sakit panas/panu/kadas/kurap wkwkwkw. Tapi yaaa beda cerita jika kalian berpegian ke Turki dengan lama penerbangan lebih dari 15 jam, berada di puncak gunung, atau sakit kritis sampe nginep di ruang ICU. Seringkali aku sendiri juga menggunakan tiket keringanan ini. Misalnya ketika aku pergi luar kota menggunakan kereta dan memakan waktu perjalanan 14 jam. Tentu, aku akan memakai penggantian/ didahulukan/diakhirkan atau yang dikenal dengan jamak dan qasar sholat.
- - اَلْاءِكْرَاهُKeadaan terpaksa. Yang dimaksud terpaksa adalah kondisi yang benar-benar darurat, bukan semata-mata praduga atau asumsi belaka. Keterpaksaan dalam hal ini diperbolehkan asalkan tidak melakukannya dengan melewati batas (sesuai dengan kebutuhan untuk menghilangkan mudarat). Seperti orang yang sangat kelaparan di tengah perjalanan. Diperbolehkan memakan bangkai hanya untuk sekedar menyambung hidupnya saja, tidak mengkonsumsinya hingga kenyang.
- النِّسْيَانُ- Lupa. Contohnya seperti pada saat melaksanakan ibadah puasa Ramadhan, kemudian lupa makan dan minum.
- اَلْجَهْلُ - Ketidaktahuan. Misalnya seperti seorang mualaf yang tidak bisa membaca bacaan sholat atau menjalankan usaha dengan riba.
Setelah
mengetahui sebab-sebab berlakunya keringanan/rukhshah, maka berikutnya
ada macam-macam kaidah tentang Masyaqqah
Tajelibu Taesir:
- Apabila suatu perkara menjadi sempit maka hukumnya meluas. Contohnya seperti dokter laki-laki dan pasien (ibu yang akan melahirkan). Pada dasarnya memang laki-laki tidak boleh menyentuh perempuan yang bukan mahromnya. “Ditusuknya kepala seseorang dengan pasak dari besi, sungguh lebih baik baginya daripada menyentuh wanita yang bukan mahromnya” (HR. Tabrani). Akan tetapi, apabila di suatu daerah tersebut hanya ada satu orang dokter laki-laki yang bisa membantu proses persalinan, maka dokter laki-laki yang bukan mahromnya tersebut diperbolehkan menolong proses persalinan (boleh melihat dan menyentuh aurat pasien).
- Apabila suatu perkara menjadi luas maka hukumnya menyempit. Kaidah ini menunjukkan fleksibilitas Islam menghadapi suatu permasalahan dalam setiap keadaan. Pon kedua ini merupakan kebalikan dari poin nomer 1. Apabila di suatu daerah tersebut ada banyak dokter perempuan, maka dokter laki-laki tersebut tidak boleh menolong proses persalinan (tidak boleh melihat dan menyentuh aurat pasien).
- Apabila yang asli sukar dikerjakan maka berpindah kepada penggantinya. Pernah mendengar istilah subtitusi? Ya, subtitusi adalah melakukan penggantian suatu barang yang memiliki fungsi dengan sempurna. Misalnya, meminjam pakaian dengan merk tertentu kemudian hilang/rusak, maka harus diganti dengan pakaian yang memiliki merk yang sama. Contoh lainnya misalkan ketika musim kemarau tidak ada air, maka diperbolehkan bertayamum.
- Apa yang tidak mungkin menjaganya (menghindarkannya), maka hal itu dimaafkan. Misalnya seorang muslim bekerja di perusahaan umum, maka tidak menutup kemungkinan atasan atau rekan kerjanya merupakan lawan jenis yang tidak berjilbab atau tidak menutup auratnya, maka hal semacam ini merupakan kondisi yang tidak bisa dihindarkan (disarankan untuk menjaga pandangan). Contoh lain, misalnya pergi kesekolah atau keluar kota menggunakan bis/kereta/ojek online. Pastinya, sangat mungkin kita duduk bersebalahan/berdekatan dengan lawan jenis. Hal ini tidak bisa dihindarakan untuk menjaga jarak sejauh 5 meter kan? Ya kecuali kalo satu bis kamu bayar untuk dirimu sendiri wkwkwk.
- Kemudahan (rukhsah) itu tidak boleh dihubungkan dengan kemaksiatan. Meskipun Islam mengenal keringanan dalam melaksanakan ibadah dalam kehidupan sehari-hari, akan tetapi masih ada kaidah yang mengatur agar kemudahan/keringanan ini tidak disalahgunakan untuk kejahatan atau berbuat dosa. Menurut Dzajuli (2007), kaidah ini dikaitkan untuk menjaga kemudahan agar tidaka disalahgunakan untuk melakukan kegiatan maksiat. Contohnya, merampok orang untuk memenuhi kebutuhan pribadi, merasa haus kemudian minum khamr (padahal khamr tidak bisa menghilangkan dahaga). Hal semacam ini tidak dipandang sebagai orang yang menggunakan rukhsah, jadi masih tetap berdosa (apalagi sejak awal niatnya memang sudah tidak benar). Berbeda halnya dengan orang yang berpergian untuk urusan kebaikan. Misalnya dalam urusan kebaikan (usaha yang halal/menuntut ilmu/bersilaturahmi) mengalami kebahisan uang sehingga tidak bisa makan kecuali makanan yang diharamkan. Nah, hal ini diperbolehkan hanya dengan syarat untuk menghilangkan rasa laparnya saja (tidak berlebihan atau justru membahayakan dirinya sendiri).
- Apabila suatu kata sulit diartikan dengan arti yang sesungguhnya, maka kata tersebut berpindah artinya kepada arti kiasannya. Contohnya Pak Havi membeli apartemen atas nama dirinya, kemudian berwasiat jika ia meninggal maka kepemilikannya akan diberikan kepada istrinya. Namun, dalam waktu yang bersamaan sang istri juga meninggal, maka yang menjadi ahli waris/kepemilikannya berpindah ke anaknya dengan pembagian sesuai dengan kaidah fiqh yang membahas tentang waris. Sebab tidak mungkin mewariskan sesuatu kepada orang yang sudah meninggal dunia. Jadi, makna kiasan dalam hal ini adalah kepemilikan yang berpindah ke anaknya.
- Apabila sulit mengamalkan suatu perkataan, maka perkataan tersebut ditinggalkan. Contohnya (Zakarsyi, 2014), ada seseorang yang menuntut warisan dan mengaku bahwa dia merupakan saudara kandung dari Almarhum, padahal setelah diteliti ternyata Almarhum adalah orang yang hidup sebatang kara. Maka pernyataan orang tersebut tidak bisa diakui kebenarannya, dan boleh ditinggalkan.
- Bisa dimaafkan pada kelanjutan perbuatan dan tidak bisa dimaafkan pada permulaannya. Misalnya ingin membuka rekening tabungan, diawal harus ditentukan dulu apa akad menabungnya apakah menggunakan akad wadi’ah atau mudharabah. Setelah menentukan akad tabungan syariah diawal pembukaan rekening bank, maka berikutnya ketika menabung tidak perlu melakukan akad lagi. Contoh lainnya ada orang yang menyewa kontrakan rumah, maka orang tsb. diharuskan membayar uang muka oleh pemilik. Apabila sudah habis pada waktu kotrak dan dia ingin melanjutkan sewaan berikutnya, maka dia tidak perlu membayar uang muka lagi (tinggal lanjut bayar sesuai dengan yang disepakati).
- Dimaafkan pada permulaan tapi tidak dimaafkan pada kelanjutannya. Contohnya, ada orang yang baru masuk Islam dan tidak tahu bahwa transaksi riba, judi, berzinah atau minuman keras itu dilarang atau haram, maka orang tersebut dimaafkan untuk permulaannya karena ketidaktahuannya. Selanjutnya, setelah dia mengetahui bahwa judi, berzinah atau minuman keras hukumnya haram, maka ia harus menghentikan perbuatan haram tersebut.
- Dapat dimaafkan pada hal yang mengikuti dan tidak dimaafkan pada yang lainnya. Misalnya nih ada orang yang mewakafkan sebuah kebun apel. Objek yang di wakafkan adalah kebunnya, bukan apelnya. Apabila apel yang ditanam busuk, maka apel tersebut tidak boleh dianggap sebagai wakaf yang mengikuti kebun apel tsb.
Nah, begitulah sebab dan keadaan yang
memperbolehkan adanya keringanan/rukhsah. Ketika aku membaca tugas ustad
Ardi yang satu ini, aku jadi makin kagum dan bangga memeluk agama Islam. Auto
mikir “Subhanallah banget yaa cara Allah ngertiin kita? Meskipun ada hukum ibadah
WAJIB, masih ada aja gitu kemudahan dan kelonggaran yang diberikan kepada
hambanya yang lemah macam aku ni.”
Baiklah, sampai sini dulu. Harapannya setelah
membaca ini, temen-temen makin bersemangat untuk terus PDKT sama Allah.
Intinya, nulis ginian tuh cuman ngingetin diri sendiri jugak wkwkwk supaya ngga
mudah mengeluh dan banyak bersyukur. Sekiranya ada kegiatan yang bisa meningkatkan semangat beribadah, yaaaa kenapa ngga dilakukan? Yaa ngga sih?
والله أعلمُ بالـصـواب
Wassalaamu’alaikum.
~ditulis oleh aku yang ter-choice sebagai tempat penitipan :v
Selfiana Hanafi.
Referensi:
Al-Quranul Karim
Referensi:
Al-Quranul Karim
A.Djazuli. 2006. Kaidah-kaidah
Fikih, Kaidah-kaidah Hukum Islam dalam Menyelesaikan Masalah-masalah yang
Praktis Edisi Pertama, Jakarta : Prenadamedia Group.
A.Djazuli. 2007. Kaidah-kaidah
Fikih, Kaidah-kaidah Hukum Islam dalam Menyelesaikan Masalah-masalah yang
Praktis Edisi Kedua, Jakarta : Kencana.