Sabtu, 26 Oktober 2019

Self Improvement: Aku Belum Pernah Kecewa – Tadabbur Q.S Maryam (4)


Assalamu’alaaikum…
Sabtu, 22 Oktober 2019, Aku kembali hadir di majelis untuk mengikuti Kajian Qur’an bersama Ustadz (KALQULUS) yang diselenggarakan oleh @odojsurabaya. Highlight malam itu tidak lain sesuai dengan judul diatas “Dan Aku belum pernah kecewa” yang merupakan bagian dari kalimat terjemahan Surah Maryam ayat 4,
قَالَ رَبِّ إِنِّي وَهَنَ الْعَظْمُ مِنِّي وَاشْتَعَلَ الرَّأْسُ شَيْبًا وَلَمْ أَكُنْ بِدُعَائِكَ رَبِّ شَقِيًّا
Ia berkata. Ya Tuhanku, sesungguhnya tulangku telah lemah dan kepalaku telah ditumbuhi uban, dan aku belum pernah kecewa dalam berdoa kepada Engkau, ya Tuhanku.Q.S Maryam (12): 4
Dipaparkan oleh Ustadz Heru Kusumahadi, LC.,M.Pd.I bahwa surah tersebut menceritakan tentang kekhawatiran terhadap regenerasi. Saat itu Nabi Zakaria berdoa kepada Allah dengan panggilan yang keras tapi lembut. Nabi Zakaria merasa gundah gulana karena diusianya yang sudah tua masih belum juga dikaruniai keturunan.
Sebagai tambahan, aku nyoba googling dan baca tafsir surah Maryam ayat 4 dan 5 yang ditulis oleh Ust. Marwan Hadidi bin Musa, M.Pd.I dalam Hidayatu Insan bi Tafsiril Qur’an.  
Ayat 4, Dengan santun dan suara yang lembut dia berkata, 'ya tuhanku yang maha pengasih dan maha pemelihara, sungguh kini tulang belulangku telah menjadi lemah sehingga aku sering merasa letih, dan rambut kepalaku telah memutih seperti perak karena dipenuhi uban, pertanda bahwa aku telah berusia senja. Namun, aku tidak pernah putus asa dan aku belum pernah kecewa dalam berdoa kepada-Mu, ya tuhanku. Engkau adalah zat yang tidak pernah mengecewakan siapa pun. Ayat 5, Dan sungguh, di masa tuaku ini aku selalu merasa khawatir terhadap kerabatku sepeninggalku kelak bila engkau memanggilku, padahal istriku seorang yang mandul sejak masa mudanya, maka anugerahilah aku dengan rahmat dan kasih sayang-Mu seorang anak dari sisi-Mu yang akan melanjutkan keturunanku dan menggantikanku menyebarkan hukum dan ajaran-Mu.
Apa yang disampaikan oleh Ust. Heru dan apa yang aku baca dari Hidayatu Insan bi Tafsiril Qur’an membuatku berpikir bahwa do’a memang alternatif untuk berbincang dengan Allah SWT. Kenikmatan tersebut tidak serta merta difokuskan pada apa yang kita inginkan/keluh-kesah saja, melainkan juga tentang bagaimana adab dalam berkomunikasi kepada Allah SWT. Dari kisah Nabi Zakaria aku bisa melihat bagaimana adab berdoa versi Nabi Zakaria:

Menikmati sholat sebagai salah satu media untuk berbincang dengan Allah SWT.
Salah satu cara yang aku lakukan untuk bisa menikmati sholat adalah dengan memahami arti dari bacaan dari setiap gerakan sholat. Jujur saja, sampai sekarang akupun seringkali merasa susah khusyu’ dalam sholat. Mungkin salah satu penyebabnya karena aku tidak bisa berbahasa arab, sehingga ketika sholat tidak merasa sedang berbincang dengan Allah. Namanya berbincang, pasti lebih terasa nyambung ketika Bahasa yang digunakan juga bisa dipahami. Barangkali kalian sudah tahu arti dalam setiap bacaan sholat yaa Alhamdulillah wa syukurillah, jika belum yaa ayuk sama-sama buka gadget untuk cari tahu (ngga harus lewat buku tuntunan sholat).
Beberapa waktu yang lalu aku membuka buku tuntunan sholat demi memuaskan rasa ingin tahuku terhadap apa arti dari bacaan yang selalu aku ucap ketika sholat. Setelah membaca dan mengingat terjemahan dari bacaan pada sholat, MasyaAllah rasanya tuh bisa nikmatttt gitu. Ngga tergesa-gesa dalam menjalankan sholat. Misalnya ketika sujud kita membaca “Subhaana robbiyal a’laa 3x” memiliki arti “Maha Suci Robb-ku yang Maha Tinggi.  Lebih nyess lah pokonya.

Berdoa dengan menggunakan Bahasa yang lembut.
Nabi Zakariatetap konsisten berdoa meskipun hajatnya belum dikabulkan oleh Allah. Dari sepenggal ayat diatas kita bisa sama-sama membaca bahwa caranya berdoa tuh sweet banget. Kalo kata Ust Heru, Nabi Zakaria saat  itu berdoa dengan Bahasa yang keras namun lembut. Paradoks ya? Iya, keras namun lembut. Maknanya adalah berdoa keras layaknya orang yang memiliki keinginan yang kuat, namun diungkapkan dengan cara yang lembut.
Jika menilik Tafsir yang ditulis oleh Ust. Marwan Hadidi bin Musa, dijelaskan bahwa Nabi Zakaria berdoa dengan santun. Diawali dengan menyebutkan asmaul husna yaitu “Maha Pengasih dan Maha Pemelihara”, kemudian dilanjutkan dengan mencurahkan keadaanya dan disambung dengan kalimat yang bernuansa positif yaitu berbaik sangka kepada Allah SWT. Meskipun doanya belum terkabul, namun Nabi Zakaria tetap beriman kepada Allah dengan mengucap Namun, aku tidak pernah putus asa dan aku belum pernah kecewa dalam berdoa kepada-Mu, ya tuhanku. Engkau adalah zat yang tidak pernah mengecewakan siapa pun
Dari sini aku merasa sedikit tertampar.
Astaghfirullah aku! Bagaimana bisa doa-doaku diawali dengan keluhan, bukan dengan memuji sifat Allah terlebih dahulu.
Astaghfirullah aku! bagiamana bisa aku putus asa/protes jika doaku setahun yang lalu belum dikabulkan? Sedangkan Nabi Zakaria yang telah berdoa puluhan tahun masih taat kepada Allah.

Ibadah dulu baru minta sesuatu.
Manusia seringkali tidak memiliki pilihan pada kondisi-kondisi tertentu. Tentu saja kita, semua tidak boleh lupa bahwa takdir Allah sifatnya HAQ. Namun, manusia juga diberikan ultimatum untuk melakukan sesuatu untuk merubah takdir. Sebab takdir Allah ada dua yang kita kenal Qodho’ : Aturan/ ketetapan Allah, dan Qadhar: Ukuran/bergantung pada ikhtiar manusia. Ikhtiar manusia bisa dilakukan dengan do’a dan usaha. Jika mengingkan sesuatu, maka harus siap mengutamakan ibadah di 1/3 malam terakhir.
Dilansir dari muslim.or.id, bahwa Allah turun ke langit dunia ketika sepertiga malam terakhir.
يَنْزِلُ رَبُّنَا تَبَارَكَ وَتَعَالَى كُلَّ لَيْلَةٍ إِلَى السَّمَاءِ الدُّنْيَا حِينَ يَبْقَى ثُلُثُ اللَّيْلِ الآخِرُ فَيَقُولُ مَنْ يَدْعُونِى فَأَسْتَجِيبَ لَهُ وَمَنْ يَسْأَلُنِى فَأُعْطِيَهُ وَمَنْ يَسْتَغْفِرُنِى فَأَغْفِرَ لَهُ
”Rabb kita turun ke langit dunia pada setiap malam yaitu ketika sepertiga malam terakhir. Allah berfirman, ’Barangsiapa yang berdoa kepada-Ku, niscaya Aku kabulkan. Barangsiapa yang meminta kepada-Ku, niscaya Aku penuhi. Dan barangsiapa yang memohon ampun kepada-Ku, niscaya Aku ampuni.” (HR. Bukhari no. 1145 dan Muslim no. 1808)

Quotes dari Ust. Heru untuk menutup kajian adalah Awali tawakal dengan akal, akhiri tawakal tanpa akal. Ada korelasinya dengan poin ini, bahwasannya ketika menginginkan sesuatu maka hal pertama yang dilakukan adalah ikhtiar dulu. Caranya? Ibadah dan berusaha. Setelahnya baru menyerahkan segala sesuatu yang terjadi kemudian kepada Allah/tawakal. Diawali dengan akal maksudnya adalah ikhtiar yang dilakukan jangan sampai menghalalkan segala cara, namun harus ada rasionalisasi terhadap hal baik/buruk. Sedangkan diakhiri tanpa akal adalah pasrah terhadap hasil akhir yang ditetapkan oleh Allah.

Wallahu ‘alam,
Sekian, catatan ngaji kali ini.
Ditulis oleh aku yang lagi malam mingguan produktif di kamar aja,
Selfiana Hanafi.

Continue reading Self Improvement: Aku Belum Pernah Kecewa – Tadabbur Q.S Maryam (4)