Senin, 26 Agustus 2019

Self Story: Serius Gagal Berangkat Ke Internasional Conference


Setelah dinyatakan lulus dari S1 Jurusan Akuntansi UM, aku mulai bekerja dan meninggalkan dunia pendidikan. Aku tidak bekerja sebagai guru (sesuai dengan prodi yang aku ambil), tapi justru jadi tenaga kerja divisi akuntansi dan keuangan di suatu perusahaan kecil di Surabaya. Inilah diriku, sarjana pendidikan yang tidak berakhir sebagai seorang pendidik.
Aku yang dulunya juga sempat mengajar les akuntansi (tiap weekend) di perpustakaan daerah Kabupaten Sidoarjo juga memilih berhenti dan fokus pada pekerjaan, dan belajar agama di setiap akhir pekan (datang kajian/ngaji). Meski begitu, tentu saja aku tidak ingin meninggalkan dunia yang sangat erat hubungannya dengan kegiatan literasi. Jangankan meninggalkan, melupakannya pun aku tak mampu ~sealay itu.
Sempat terbesit perasaan iri/kurang bersyukur/tersiksa ketika melihat teman lain bisa sekolah S2 tanpa keluar biaya (alias dapet beasiswa). Aku tidak bisa menafikkan hal itu, hihihi.
Kadang juga merasa kesal jika ada yang tanya “Loh Sel, ga lanjut S2?”
Aku hanya bisa berteriak dalam hati “Pengen bangetttt” tapi, kalian pasti tahu bahwa biaya sekolah S2 itu tidak murah. Kalo yang melontarkan pertanyaan beneran care sih gapapa, lha kalo cuman basa-basi doang? Itulah yang membuatku kadang sedikit kesal dan sangat malas menjelaskan perihal S2 wkwkwkwk. Mbok yaa pertanyaannya tuh diubah “Loh Sel, ga lanjut S2? sini aku sponsori” wkwkwk.
Anyway, aku pernah mencoba untuk mengambil tindakan paling labil dalam hidupku soal S2 ini. Aku memberikan nama kejadian tersebut dengan fase quarter life crisis. Kalo kemarin sempat ada perasaan iri/kurang bersyukur/tersiksa, sekarang rasa itu sudah mati (besok aku akan cerita, dan nulis tentang ini).
Bersyukur! Aku hidup dikelilingi orang yang selalu memantaskan diri menjadi hamba terbaik. Manusia-manusia yang memiliki semangat belajar yang tinggi. Setiap hari rasanya aku selalu dibuat belajar dengan mereka semua. Selalu ada satu kebaikan hingga kebaikan lainnya yang dilakukan orang lain dan itu sangat mempengaruhi pola pikirku.
Dulunya aku kaku dan sangat mengedepankan ego, sekarang lebih santuy tapi tetap dengan semangat dan jati diri yang sama. ~Apasi wkwkwwk.
Kalo kalian kebetulan follow ig aku, mungkin kalian akan menemukan sebuah foto dimana aku pose di depan photobooth International Conference. Jangan berekspektasi aku telah melakukan hal yang besar, karena aku hanya numpang foto aja disitu wkwkwkw.  Tepat sehari setelah aku menghadiri Inter. Conference tentang Pendidikan Khusus itu, aku merasa terpantik untuk memasukkan salah satu karyaku yang lama tersimpan di folder ke dalam international conference (Saat itu masih maju-mundur cantik, alias niatku yang masih belum bulat sempurna). Ditambah lagi, aku belum menerjemahkan full papernya, dan rentetan hal yang kemudian sempat membuatku "Halah ngga usah wis!"
Allah maha baik banget.
Disaat semangatku mulai kendor, Allah mengingatkan aku lewat si Ndrak. Orang yang konsisten menjadi manusia yang kadang bisa memberikan semangat tanpa harus berkata-kata. Aku mendengar kabar bahwa skripsinya ndrak masuk di internasional conference (seluru biaya ditanggung oleh dosen pembimbingnya. Hmmm what a good news).
"Kira-kira aku bisa nggak yaa kayak kamu gitu (mempresentasikan karya di Inter. Conf.)?" tanyaku pada Ndrak.
"Bisa lah, Sel. Kamu pasti bisa."
Aku yang saat itu merasa galau, mencoba bangkit, dan mengumpulkan sisa-sisa semangat. Aku kembali menengok satu amanah yang pernah aku terima dari dosen pembimbingku dulu,
“Coba nanti dimasukkan jurnal atau international conference ya, kalo diterima kabari saya. Ini bagus!” begitu kata dosen pembimbingku kala itu.
TEPAT SETAHUN
Bulan Juli tahun 2018 aku diwisuda, Juli tahun 2019 aku mendapatkan email yang menyatakan bahwa "We are pleased to inform you that your submission has been accepted for oral presentation at the 3rd World Conference on Education 2019 (WCDU 2019)".
Ya allah, karyaku diterima dalam prosiding World Conference on Education 2019, Kuala Lumpur – Malaysia (memang rada norak huhuhu) ~biarin dah.

Langsung sujud syukur. Pokonya seneng banget (tulisan recehku ituuuuu ternyata bisa jadi pertimbangan untuk dimuat di prosiding). Dalam email itu ada dua lampiran, acceptance letter dan sedikit hasil review (semacam skoring begitu). 
Aku segera menghubungi dosen pembimbingku. Saat itu aku berharap bahwa beliau akan mensupport seluruh biaya untuk mengikuti acara ini. Terdengar masih masuk akal, dalam hal ini dosen pembimbingku merupakan penulis kedua (berharap bisa kayak Ndrak gitu. Aku yang bagian nyiapin seluruh kebutuhan administrasi dan paper, beliau membantu dalam hal pendanaan).
Tapi inilah yang terjadi :"
Allah ternyata benar-benar pecemburu. 
Ketika aku berharap kepada selain-Nya, hatiku benar-benar diguncang. Aku menerima omongan miring dari salah satu dosen senior di kampus (Dosen langka yang telah menembus jurnal dengan sebutan Q1). Mungkin kalo dibahasakan secara kejam, perkatan beliau termasuk kategori julid dan nyinyir (dengan seenaknya nggata-ngatain aku yang enggak-enggak).
Aku tidak akan menceritakan detailnya gimana, yang jelas aku bisa mengambil hikmah bahwa sampai matipun, aku tidak akan bisa mengendalikan orang lain untuk memahami situasiku, yang bisa aku lakukan adalah mengendalikan/mengontrol pikiranku agar tidak mudah termakan dengan omongannya :"
Oiya, untuk siapapun yang membaca tulisanku ini. Aku harap, jika kalian kelak menjadi orang yang pandai, berilmu, dan dihormati orang lain tolong jaga lisan. Jika tidak bisa membantu setidaknya jangan menambahi dengan mengatakan hal-hal yang berkonotasi negatif. Oke? :)
Tidak meminta untuk dimengerti, karena aku mungkin juga tidak mampu mengerti orang lain
Tidak meminta untuk dihargai, sebab barangkali aku juga kurang menghargai orang lain
Yang aku minta hanya semoga Allah senantiasa menemaniku. Titik!
Allah maha adil.
Setelah aku menerima pesan julid itu, aku auto mengadu pada Allah tentang bagimana galaunya hatiku (mulai dari nangis, sampe ngeluh ini itu. Allah emang sebaik-baik tempat mengeluhkan isi hati). Keesokan harinya, hatiku tergerak untuk untuk menghubungi salah seorang teman baik. Sebagai teman baik, tentu saja apa yang keluar dari riwayat chat-nya berisi sesuatu yang menenangkan (menyarakankan agar aku tetap berangkat, memberikan semangat dan dukungan).
Keesokan harinya lagi, aku menghubungi salah satu dosenku yang saat ini sedang kuliah S3 di Curtin University. Beliau adalah Ibu Dianatien Irafahmi. Beliau merupakan dosen terbaik bagiku (cantik, cerdas, baik akhlaq-nya, tidak sombong, dan telah menyatakan bahwa beliau sama sekali tidak keberatan jika aku sharing tentang apapun kepadanya).
Bu Diana ini telah menjadi sosok yang konsisten memberikan aku arahan, bimbingan, dan motivasi sejak aku gagal lanjut S2 bulan Mei lalu (ngasih masukan2 yang berguna banget)
Alhamdulillah! Pagi itu beliau berkenan memeriksa info tentang konferensi WCDU. Tak lupa, aku menjelaskan kepada beliau bahwa aku bukannya tidak punya uang untuk berangkat, hanya saja aku mempertimbangkan hal yang lebih realistis. Jika aku memaksa berangkat dan menguras uang di tabunganku, apakah itu benar-benar worth it dengan impactnya kedepan?
Seolah memahami situasiku, Bu Diana memberikan saran padaku bahwa konferensi yang aku ikuti ini memang kurang reputable. Sebagai gantinya, beliau memberikan link list jurnal dan prosiding yang reputable baik di dalam negeri maupun luar negeri (Fyi. beliau membuat list itu sendiri). Allah memberikan apa yang aku butuhkan lewat Bu Diana. Beliau dengan baik hati memberikan aku masukan tentang apa yang harus aku lakukan jika aku tertarik dalam dunia jurnal ilmiah (terimakasih bu, telah meluangkan waktu ditengah-tengah sibuknya menuntut ilmu di Australia)
Akhirnya, 
Tentu, aku tidak akan semudah itu menyerah dan menyia-nyiakan kesempatan ini (meski semangat untuk berjuang sedikit luntur setelah mengetahui bahwa konferensi ini kurang reputable). Sembari berusaha mengirim proposal pendaan ke beberapa lembaga, Insyaallah aku akan tetap belajar. Jika nanti pada akhirnya belum bisa berangkat, aku tidak akan merasa kecewa sebab aku sudah berusaha sebaik yang aku bisa dan tidak berhenti untuk ikhtiar.

Ditulis oleh aku yang sedang menyemangati diri sendiri
~Selfiana Hanafi


Continue reading Self Story: Serius Gagal Berangkat Ke Internasional Conference