Assalaamu'alaikum,
Entahlah ada apa dengan hari ini,
aku jadi semangat ngotak-ngatik-dan ngutek blog ini (baru pulang dari gramed trus nyasar nonton interview Habibi Ainun 3) wkwkwkw. Oke, langsung aja. Setelah postingan sebelumnya, berikutnya adalah catatanku tentang ADAB
MAKAN. Mungkin sebagian dari teman-teman udah paham banget gimana adab
makan yang baik dan benar, tapi ndak ada salahnya juga aku tetap membagikan
info ini ~ceilah.
Catatan kali ini adalah hasil aku
duduk, mendengarkan, dan mencatat dari
kajian mingguan di Masjid Al-Falah (Surabaya, 6 April 2019). Oleh karena aku
datang terlambat, aku tidak tahu menahu siapa nama Ustadz yang mengisi kajian
ini :” wkwkwk seriusan telat karena ban bocor.
Silahkan ambil pesan moralnya.
Pagi itu dimulai seperti biasa
sampe dengan sarapan pagi. Berangkat emang sengaja mepet jam kajian. Subhanallah,
di pagi yang mepet justru ada tragedi ban bocor. For real, waktu itu aku
boncengan tiga sama mbak sama adekku wkwkwk (Ya kali, motor beat dipake
boncengan tiga wkwkwkw. Udah gitu, jalanannya masyaallah super alus. Se-alus-alusnya
sampe bisa bikin ban bochorrr). Dengan motor yang ban-nya bocor, aku terpaksa
meminta mbakku untuk jalan kecil-kecil, sedangkan aku dan adek duduk di motor (mucuk
banget sama dashboard motor wkwkw) untuk terus jalan sambil cari tambal ban.
Kurang lebih, ngga sampe sekilo aku nemu tambal ban. Aku nurunin adekku di
tambal ban, dan aku ngejemput mbakku pake motor yang bannya bocor tadi, dan aku
sama mbak balik ke tambal ban lagi. Yap! Bolak-balik kayak orang kurang kerjaan
banget! Asli, nggilani. Hahaha.
Aku menawarkan ke mbak, dan adek
untuk nge grab aja, biar ngga telat. Tapi mereka berdua gamau, lebih memilih
nungguin aku dan motorku yang … bocor!
“Waduhhh, mbak ini harus diganti …
Ban dalemnya udah dedel,” kata tukang tambal bannya.
Si mbak bisik-bisik, intinya dia
ngode kalo itu cuman modusnya tukang tambal ban yang gamau repot. Wajar sih
mbak mikir gitu, soalnya emang gestur dan cara ngomong si Bapak agak gimanaaa
gitu (judes, dan wajahnya tuh gak bersemangat menghadapi hari gitu wkwkwk).
Aku awalnya juga punya feeling yang sam, tapi setelah tak ingat lagi, emang sebelumnya ban motorku udah kena paku hampir
5xan. Terakhir kali, tukang tambalnya tuh asal-asalan banget. Lumrah, kalo
bapaknya bilang ban motorku bobrok, Itu tuh ada benernya wkwkwk.
Aku yang awalnya diem aja, jadi
bilang. “Yaudah Pak, mboten nopo-nopo diganti mawon”
Si Bapak langsung gerak cepat
menuju rumahnya mengambilkan ban motor baru. Pas aku mau bayar, Eh disuruh
bayar 10.000 aja dong. Waaahhhh, Alhamdulillah gak tuh? Setelah eyel-eyelan, si
Bapak tetep ngga mau dibayar lebih.
“Niki leles kok mbak … pun sampean
beto” ban ‘leles’ alias ban bekas motor orang yang bocor dan ditambal sama
bapaknya sendiri.
Masyaallah,
Dari sini aku merasa bahwa aku berhasil meredam prasangka burukku. Hanya sebatas pikiran, dan tidak sampai diucapan. Aku menepisnya dalam hati, namun aku juga meminta pegampunan atas prasangka diri sendiri yang sempat memikirkan dugaan buruk pada si Bapak.
Dari sini aku merasa bahwa aku berhasil meredam prasangka burukku. Hanya sebatas pikiran, dan tidak sampai diucapan. Aku menepisnya dalam hati, namun aku juga meminta pegampunan atas prasangka diri sendiri yang sempat memikirkan dugaan buruk pada si Bapak.
Well, akhirnya kami bertiga sampai
di Masjid Al-Falah dengan selamat (tanpa ketilang wkwkwk mohon untuk tidak
mencontoh tindakan cabe-cabean kami).
Sampe di Al-Falah, ternyata
ruangannya udah penuh. Barokallah, rejekinya anak salihah! meski telat, aku
duduk tepat barisan depan. Eitss! bukan karena ada kenalan orang dalam yaa wkwkw.
Tanpa merasa berdosa, aku lantas duduk, dan bersalaman dengan dua orang yang ada disebelah ku. Setelah salaman, teman sebelah ini dengan baiknya meminjamkan catatannya padaku. Otomatis, rasa syukurku semakin bertambah (Udah telat, duduk di deretan depan Pak Ustadz, trus dipinjemin catatan pula). Rasanya kok yaa gimana kalo ilmu yang secuil ini tidak disebarluaskan.
Tanpa merasa berdosa, aku lantas duduk, dan bersalaman dengan dua orang yang ada disebelah ku. Setelah salaman, teman sebelah ini dengan baiknya meminjamkan catatannya padaku. Otomatis, rasa syukurku semakin bertambah (Udah telat, duduk di deretan depan Pak Ustadz, trus dipinjemin catatan pula). Rasanya kok yaa gimana kalo ilmu yang secuil ini tidak disebarluaskan.
Yuk! Mulai bahas materi kajiannya (Isinya cuman berbagi catatan hasil
ngaji aja, tidak lebih!)
Adab dalam makan atau Bahasa kerennya
dikenal dengan table manner. Hal ini
juga sudah diatur di dalam Al-Quran. Pak Ustadz menjelaskan bahwa adab makan
terkandung dalam beberapa surah, yaitu surah Al-Baqarah 168, Al-Baqarah ayat
172, Al-Maidah ayat 88, Al-A’raf ayat 21, dan Al-An’am ayat 31. Seru kaannn?
Q.S Al-Baqarah ayat 168.
Dalam ayat tersebut dijelaskan
tentang halalan dan thoyibban. Yang dimaksud dengan Halalan adalah halal barangnya, dan halal cara mendapatkannya. Let's say, kamu beli makanan yang halal, tapi
belinya pake uang hasil nyopet/korupsi/uang hasil malak, ya sama aja bohong
dong. Dua unsur diatas harus selalu diingat bahwa yang dimaksud halal adalah Halal barangnya, dan Halal cara
mendapatkannya.
Berikutnya, yang dimaksud dengan thoyibban adalah meninggalkan hal yang
kotor/samar/syub’at. Maksudnyaaa apaaahhhh yaaa? wkwkwk from my own mind, thoyibban
lebih kepada meninggalkan sesuatu yang membuat hatimu ragu (definisi aslinya
luas banget, tapi mungkin bisa dipersempit biar ndak membingungkan). Contohnya,
kamu punya penyakit darah tinggi. Waktu ada durian montong atau lontong kikil,
jauh didasar lubuk hatimu kamu pengen makan. Disisi lain, ada peri baik yang
meneriakkan fakta soal darah tinggi dibadanmu yang akhirnya membuatmu ragu-ragu.
“Duuuuuh boleh ngga ya aku makan
ini? Ntar kalo aku makan penyakitku kambuh, tapi kok aromanya menggoda selera yaa
....”
Nah, keragu-raguan ini bisa menjadi
salah satu kategori tidak thoyib. Ingat juga bahwa makanan yang halal itu juga
belum tentu thoyibban. Artinya, kita harus cerdas terkait membedakan mana yang
baik untuk kita konsumsi dan mana yang tidak baik. Minimal harus paham ukuran
RELATIF bagi diri sendiri. Q.S Al-A’raf
ayat 21, diperbolehkan makan di dalam masjid dan diperbolehkan berbagi
dengan orang-orang terdekat (tidak dikonsumsi secara pribadi dan berlebihan).
Misalnya lagi, aku suka es krim (yang
udah jelas ada label halal dari MUI, dan cara beli/dapatnya juga insyaallah
halal), tapiiiiii kalo aku beli es krimnya satu kotak frezzer dan kuhabiskan
sendiri, kira-kira gimana? Meski halal tapi belum tentu thoyibban toh ya? Nah,
mari kita kaitkan juga dengan Q.S Al-Maidah
ayat 88. Memang benar, jika ada istilah bahwa sesuatu yang berlebihan
itu tidak baik :)
Q.S Al Baqarah ayat 172
Adab makan yang berikutnya adalah
tentang bersyukur kepada Allah atas apa yang bisa kita nikmati. Cara
bersyukurnya gimana? Bisa dilakukan dengan tiga cara
· Pertama, bersyukur dengan hati. Ketika seseorang mampu
mampu bersyukur dengan hati atas apa yang menjadi rejekinya, Insyaallah akan terhindar
dari sifat KEMARUK dan SERAKAH. Ada efek minimal dan maksimal ketika hati
seseorang bisa bersyukur. Minimal, tidak grusa-grusu seperti orang yang belum
makan satu abad. Maksimalnya, menjadikan apapun yang diterima sebagai sarana
yang dapat menambah semangat dalam beribadah. Woaaah mantap kan?
Kadang, aku suka
heran dengan praktek yang terjadi di kehidupan nyata (maunya tak kasih contoh
tapi kok yaa takut salah wkwkwk ngga usah lah, cukup! Lanjutttt…).
· Kedua, Bersyukur dengan lisan. Jelas! Apalagi jika
bukan mengucapkan Alhamdulillah. Yang sering dicontohkan oleh orang-orang
dirumah adalah ketika minum. Sebelum meneguk air minum mengucap Bismillahiallah
Barokallah, dan setelahnya mengucap Alhamdulillah. Fyi, ini
setiap tegukan ges hehe (diucap dalam hati, masa iya mau teriak-teriak? Kan ngga
etis dong wkwkwk tapi kalo dirumah suka sambil teriak-teriak sih :v maksudnya
biar di contoh sama adik-adik. Lagipula, jangan dibayangkan teriaknya kayak
orang marah-marah yaaa, teriak disini masih dengan kasih sayang ~uhuy!).
· Ketiga, Bersyukur dengan amal, dan perbuatan. Yang
dicontohkan oleh Pak Ustadz adalah merenungi makanan atau Bahasa badainya
adalah bertafakur atas makanan yang diperoleh. Antimainstream banget kan? Merenung
soal makanan bukan soal mantan (emang punyak? Kagak!) hihihi. Maksud merenenung
atas makanan adalah mengaitkan segala sesuatu dengan Allah SWT. Misalnya, aku
makan tempe nih. Sambil makan, aku juga merenung
“Ya, Allah nih tempe enak bener ya? Ini kedelainya
pasti di tanem pake pupuk unggul nih, trus diolahnya sama orang-orang yang
ikhlas, trus orang yang masakin tuh penuh kasih sayang banget. Pantes aja yaa,
bisa se-enak ini. Terimakasih Ya Allah.”
Hal serupa juga
perlu dibayangkan ketika makan krupuk, dan makanan lainnya. Ingat, bukan
bahagia yang membuat kita bersyukur, namun rasa syukur itulah yang menjadikan
kita bahagia ~anonymous wkwkwk. Hal ini disebut juga I’tiraf atau mengakui
bahwa segala nikmat berasal dari Allah SWT :”
والله أعلمُ بالـصـواب
Wassalaamu'alaikum
Sekian,
Adab Makan akan disambung
lagi menyesuaikan mood.
Ditulis oleh aku yang moody,
Selfiana~
0 komentar:
Posting Komentar