Jumat, 11 Juni 2021

Self Story - My Khitbah Story 2021


Alhamdulillah, di usia yang ke-24 tahun ini Allah telah mempertemukan aku dengan sosok laki-laki yang nantinya akan menjadi Qowwam di dunia dan InsyaAllah bisa mendidikku sampai ke Jannah. Proses pendekatan kami dari awal hingga khitbah kurang lebih telah dijalani selama 4 (Empat) bulan.  Di pertemuan pertama, Abang menyampaikan tujuannya dengan kata-kata yang sangat singkat, padat, dan jelas. Tidak ada bunga dan suasana yang romantis yakali bukan drakor wkwkwkw. Intinya, keinginan Abang untuk mengenalku tidak lain dan tidak bukan adalah berjalan menuju ke jenjang yang lebih serius. Tidak sekadar berteman biasa.

Gumamku dalam hati. “Ya Allah? Ini sungguhan? Abang ini yakin? beneran? Gamau pikir-pikir dulu gitu? I think You deserve more loh!”

Saat itu, aku masih belum memiliki keyakinan untuk menerimanya. Merasa belum layak, belum siap, belum mumpuni, belum cukup ilmu, dan belum-belum aja gitu. Entahlah, ditambah masih ada pertanyaan-pertanyaan yang belum terjawab, kontras watak yang sangat melekat, berbagai keraguan yang butuh diyakinkan, dan berbagai luka yang masih harus disembuhkan. Banyak alasan yang tidak bisa dijelaskan mengapa aku memiliki pemikiran demikian.

Menurutku, responku saat itu adalah hal yang lumrah. Sudah menjadi tabiat manusia jika diberikan pilihan maka akan memilih pilihan yang terbaik. Apalagi kalo bicara tentang pilihan pendamping hidup. Aku paham dan sadar bahwa pilihan yang terbaik pasti nantinya akan memberikan kemudahan untukku menjalani kehidupan berumah tangga. Aku juga memahami konsep bahwa Pernikahan adalah ibadah terpanjang dalam hidup. Ketika Akad sudah terucap, maka terjadilah perjanjian antara manusia dengan Rabb-Nya yang disaksikan oleh ribuan Malaikat. Semua yang hadir ikut mengamini doa-doa terbaik yang dipanjatkan. Momen yang insyaAllah menjadi momen sekali seumur hidupku. Sekali saja dan aku tidak ingin salah orang. Se-sakral itu aku memaknai sebuah momen pernikahan. Bukan main-main.

Lengkap dengan kebahagiaan, pasti akan ada aja ujian yang akan dihadapi. Entah itu ujian dari kedua orangtua, anak, saudara, teman, finansial, masing-masing dari kita, atau bahkan pihak ketiga. Dalam menghadapi ujian tersebut, aku ingin bersama dengan laki-laki yang hanya memiliki rasa takut dan taat kepada Allah SWT. Sebab, jika rasa takut kepada Allah SWT itu masih ada didalam hatinya, maka tidak akan ada hal buruk yang akan terjadi kedepannya. Jika ada ketaatan dalam hatinya, maka ia akan bertindak-tanduk selaykanya seorang pemimpin dalam rumah tangga yang seutuhnya.

Tidak lain panutanku dalam hal keilmuan pernah berkata

“Pilihlah lelaki yang baik agamanya. Jika marah ia tidak menghina, jika cinta ia akan memuliakan” – Ali bin Abi Thalib.

Saat menentukan pilihan tentang pernikahan, aku tidak ingin pilihan itu hanya semata-mata didasari oleh nafsu dan diburu oleh waktu. Misalnya nih, karena ada banyak temen yang sudah menikah trus pingin ikut-ikutan nikah. Akhirnya? ketemunya pasangan yang sedapet-dapetnya. Pusing mikirin skripsi, trus tiba-tiba pingin nikah. Ngga sabar liat keuwuan pasangan selebriti yang nikah muda, trus pingin ikutan nikah. Stress dapet undangan nikah mulu, jadinya pingin cepet-cepet nikah. Nah, dasar semacam itu menurutku sangat tidak dewasa jika dijadikan pondasi untuk memulai kehidupan berumah tangga. Ini menurutku yaaaa~

Lah trus? dasar yang paling oke apa?

Sejalan dengan kutipan yang aku tuliskan diatas, dasar agama. Sejauh ini, benar bahwa selama proses perkenalan, marahnya Abang tidak pernah menghinakanku dan cintanya bisa dirasakan bahwa memang Abang memuliakanku ~Alhamdulillah, uwu mantap. Bohong jika selama masa perkenalan kami adem ayem, justru kami seringkali bersitegang, namun kami bergantian saling mengingatkan dan mengalah. Istighfar bersama-sama masih menjadi opsi ketika amarah sedang hebat-hebatnya. Gimanapun, keadaan harus bisa segera mencair kembali. 

Selama masa penjajakan ini, banyak hal yang sudah dilalui. Singkat tapi menurutku on point, dan memang seharusnya begitu. Bersyukur antara aku dan Bang, ngga ada pihak yang merasa nggantung atau digantungkan. Ngomongin soal kriteria, sebenernya aku punya kriteria yang umumnya diinginkan oleh setiap wanita. Salah satunya, ingin memiliki pasangan yang tidak merokok. Nah, bukannya abang ini tidak pernah merokok sama sekali, katanya sih pernah coba tapi nggak suka rasanya. Kriteria lain cukup aku aja yang tau wkwkwkwk. Selama proses penjajakan, kami sering ngobrol soal pandangan kedepan, hobi, kebiasaan, apa yang disuka dan nggak disuka, selebihnya yaa obrolan seperlunya aja. Setelah itu, mulailah aku; 

Dikenalkan pada kedua orang tua

Aku lupa tepatnya kapan, pokonya akhir Februari 2021. Untuk pertama kalinya aku silaturahmi kerumah Abang untuk menemui kedua orangtuanya. Sampai di depan rumah, terlihat dibalik jendela sosok laki-laki paruh baya yang sudah menungguku, tidak lain beliau adalah Ayahnya Bang.

Alhamdulillah,” adalah kalimat pertama yang diucapkan Ayah usai menjawab salamku. Berulang kali beliau menatapku kemudian mengucap hamdalah, seolah beliau bersyukur putra bungsunya bertemu dengan Wanita sepertiku wkwkwk GR dikit boleh lah yaak hihiw. Seketika kekhawatiran perihal bayangan mertua yang menyeramkan pun punah.

Sepanjang perjalanan aku berdoa kepada Allah ta’ala. Bismillah, dengan niat yang baik ini, semoga aku diberikan kelancaran, kesan pertama yang mempesona, dan diterima dengan baik di keluarganya. Alhamdulillah, doa itu diijabah.

Abang mondar-mandir ngeluarin maeman dan camilan yang udah disiapin Ibuk, sedangkan aku ngobrol santuy sama Ayah. Sejujurnya ngga se-santuy itu sih wkwkwkwk Ayah orangnya detail banget, jadi pertemuan pertama yang dibahas udah banyak. Obrolannya ngalir aja gitu. Aku ditanya tentang arti nama, diminta cerita tentang keluarga, kenal Abang darimana, apa yang ngebuat aku suka sama Abang, trus kedepannya sama Abang pinginnya gimana, ditanya soal niat bersedekah, amalan selesai sholat biasanya yang dibaca apa, dan banyak lagi. Ayah sama Ibuk juga cerita tentang Abang itu anak yang kayak gimana. Fun-Fact, aku adalah Wanita pertama yang dikenalkan Abang ke Ayah sama Ibu (InsyaAllah jadi yang pertama dan terakhir).

Dilibatkan dalam Acara Keluarga (March 14th, 2021)

Abang emang bukan tipe laki-laki yang suka bermain sosial media. Mon Maap, feeds instagramnya aja terakhir kali upload tahun 2016 wkwkwkw. Jangankan update story Instagram, update status Whatsapp aja jarang banget. Kalopun update yaa tentang ceramah, kajian, video yang ngingetin soal kematian, siksa kubur, gitu-gitu deh.

Abang bukan tipe orang yang butuh recognize, attention maupun approval dari orang lain. Tipe Koleris itu gimana si? Ya begitu itu wkwkwkw kan beda banget yak sama yang plegmatis macam aku nih. Intinya, Abang punya cara sendiri buat ngenalin aku ke lingkarannya. Misalnya, aku dilibatkan secara langsung saat ada acara keluarga. Dengan begitu, aku juga ostosmastis jadi kenal dan akrab sama Kakaknya, Calon kakak iparnya, Bude-Pakde nya, Om-Tante nya, Saudara sepupunya. Sesekali upload iya, tapi bukan yang everytime, everywhere, every single minute, every meet up, every special moment di gembar-gemborkan gitu loh. Begitu pula sebaliknya, aku juga melibatkan abang jika ada kesempatan dalam acara-acara keluarga.

Abang menemui Orangtuaku untuk menyatakan keseriusan (April 4th, 2021)

Abang berulang kali menanyakan kapan dia boleh main kerumah dan menyampaikan niat baiknya pada kedua orangtuaku, namun aku masih mengulur waktu. Bukan dengan sengaja, namun aku ingin lebih memantapkan dan menata hati kembali. Sudahkah aku melibatkan Allah dalam setiap pengambilan keputusan? Sebab masih ada beberapa hal yang masih mengganjal. Hal semacam itu memang harus dituntaskan dan diselesaikan terlebih dahulu. Utamanya perihal hati. Aku tidak ingin ada kekecewaan atau semacamnya di kemudian hari ketika pilihan itu sudah dibuat.

H-7 Ramadhan, Abang datang kerumah untuk bertemu dengan Ayah dan Bunda. Berpakaian rapi, Abang menyampaikan niat baiknya bahwa minggu depan akan mengajak keluarga intinya untuk silaturahmi sekaligus Khitbah.

From the depths of my heart. “Ya Allah dah sampe di titik ini yaa, akuu?”

Malam itu Ayah dan Bunda memberikan beberapa pertanyaan kepada Abang seputar apa yang membuatnya yakin bahwa nantinya memilihku sebagai pasangan hidupnya, adakah kebanggaan ketika mengenalku, dan beberapa pertanyaan lain yang disampaikan dan dijawab dari hati kehati. Bunda juga banyak cerita ke Abang tentang bagaimana masa kecilku, gimana aku survive, gimana pengalaman belajarku dari kecil sampai sekarang, bagaimana Bunda mendidikku, hampir ½ dari proses hidupku diceritakan langsung oleh Bunda ke Abang. What a special night ever. Kenapa aku bilang gitu? Karena segala hal tentangku yang dikatakan oleh orang-orang terkasihku adalah benar adanya. Tidak aka nada yang aku tambah apalagi aku buat buat. Yaudah begitu adanya perjalanan hidupku. MasyaAllah dah~

Khitbah (April 11th, 2021)

Seminggu kemudian, Abang dan keluarganya datang ke rumah dengan niat ingin meng-khitbahku. Pagi yang tenang, semua orang berkumpul untuk saling mengenal satu sama lain. Pertanyaan khitbah disampaikan langsung oleh Ayahnya Abang, kemudian ditanggapi oleh Ayahku kurang lebih seperti ini;

“… Bahwa saat ini memang anak saya Selfi, masih belum menerima khitbah dari siapapun. Kemarin-kemarin, beberapa kali memang sudah pernah ada yang menanyakan, namun hanya sekadar menanyakan sebatas kabar saja. Belum sampai pada pertemuan keluarga seperti ini. Hal-hal semacam ini memang tergantung pada anak-anak, sebab anak-anak inilah yang nantinya akan menjalani. Intinya, Khitbah ini adalah pertama yang diterima oleh keluarga kami khususnya kepada Anakku Selfi dan mudah-mudahan bisa berlanjut hingga jenjang pernikahan nanti.”

Alhamdulillah, lega! Udah itu aja definisi atas segala hal yang terjadi pada hari itu.

Pertemuan Keluarga di bulan Syawal (May 23rd, 2021)



Setelah Ramadhan berlalu, Keluarga besarku silaturahmi kerumah Abang untuk pertama kalinya. Diem-diem Bunda beli Abaya selusin dong, katanya buat nanti dipake pas kerumah Abang, biar kembaran. Ibund inisiatif sendiri. Dari jauh-jauh hari lebih antusias ketimbang aku. Jujur aku terharu, sebegitu sayangnya Ibund ke aku. Semua saudara kandungnya (Bude, Om, dan Tanteku) dihubungi, sekiranya yang punya kesibukan bisa menyempatkan waktu buat acara ini. Bunda emang gitu orangnya, terbuwaikkk. Bunda juga yang udah ngatur semuanya. Ngga kebayang kalo ngga ada Ibund aku bakal gimana :’)

Rasanya, berdosa banget aku sampe detik ini masih nyusahin ibund. Dalam banyak hal, aku masih belum bisa jadi anak yang baik buat Ibund. Aku sering banget ngecewain ibund. Terlepas dari itu semua, aku sayang banget sama Ibund.

Minta doanya aja supaya segala hajat yang sudah direncanakan bisa berjalan dengan lancar dan barokah buat semuanya. Amiin ya robbal alamiin. Postingan kali ini semacam disclosure bahwa aku tidak sedang berjuang seorang diri. Sudah ada hati yang sedang aku jaga dan tidak sedang menerima hati yang lain. 

This post marks my new step journey in my 24th. At the same time, I am glad to know you Abang Ma’ruf Firmansyah. Let us support each other to have an everlasting growth. We grow together, in all aspect of our life.

0 komentar:

Posting Komentar